Tepuk tangan haram?
0
Mohon dibaca sampai selesai, agar tidak salah faham.
Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘Ala Rasulillah wa ba’d:
Telah terjadi perbedaan pendapat para ulama tentang hukum bertepuk tangan (At Tashfiiq atau At Tashfiih). Umumnya mereka mencelanya dan menyebutnya sebagai perbuatan haram minimal makruh. Namun ada pula yang membolehkan jika untuk menyemangati anak-anak.
Tidak diingkari bahwa bertepuk tangan adalah cara kaum wanita untuk meluruskan kesalahan imam ketika shalat, sedangkan kaum laki-laki dengan cara bertasbih.
Dalam hadits disebutkan:
عن النبي صلى الله عليه وسلم: مَنْ نَابَهُ شَيْءٌ فِي صَلَاتِهِ فَلْيُسَبِّحْ فَإِنَّهُ إِذَا سَبَّحَ الْتُفِتَ إِلَيْهِ وَإِنَّمَا التَّصْفِيحُ لِلنِّسَاءِ
Dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Barangsiapa yang terganggu dalam shalatnya oleh suatu hal maka bertasbihlah, sesungguhnya jika dia bertasbih hendaknya menengok kepadanya, dan bertepuk tangan hanyalah untuk kaum wanita.” (HR. Bukhari No. 652, Muslim No. 421, Abu Daud No. 940, Ibnu Hibban No. 2260, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 3147, 5089, Ibnu Khuzaimah No. 1623, Malik dalam Al Muwaththa’ No. 390)
Berkata Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah:
يجوز التسبيح للرجال والتصفيق للنساء إذا عرض أمر من الامور، كتنبيه الامام إذا أخطأ وكالاذن للداخل أو الارشاد للاعمى أو نحو ذلك.
“Dibolehkan bagi laki-laki bertasbih dan bertepuk tangan bagi wanita, jika ada hal yang membuatnya tidak nyaman seperti: mengingatkan imam ketika berbuat kesalahan, memberi izin kepada orang yang akan masuk, atau memandu orang buta atau yang semisalnya.” (Fiqhus Sunnah,1/264)
Kecuali menurut Imam Malik yang menurutnya baik laki-laki dan wanita sama saja, yaitu tasbih. Berikut keterangannya:
قال: المشروع في حق الرجال والنساء جميعاً التسبيح دون التصفيق
Imam Malik berkata: yang disyariatkan adalah yang mesti dilakukan oleh kaum laki-laki dan wanita semuanya adalah bertasbih, bukan bertepuk tangan. (Mir’ah Al Mafatih, 3/358)
Tetapi pendapat ini menyelisihi hadits di atas. Wallahu A’lam
Nah, karena itu beragam alasan disampaikan untuk melarang bertepuk tangan, diantaranya:
1. Tepuk tangan adalah perbuatan wanita, maka terlarang bagi laki-laki menyerupai mereka.
Imam Abu Thayyib Syamsul ‘Azhim mengatakan:
وَكَانَ مَنْعُ النِّسَاءِ مِنَ التَّسْبِيحِ لِأَنَّهَا مَأْمُورَةٌ بِخَفْضِ صَوْتِهَا فِي الصَّلَاةِ مُطْلَقًا لِمَا يُخْشَى مِنَ الِافْتِتَانِ وَمُنِعَ الرِّجَالُ مِنَ التَّصْفِيقِ لِأَنَّهُ مِنْ شَأْنِ النِّسَاءِ
Wanita dilarang bertasbih karena mereka diperintahkan untuk merendahkan suaranya dalam shalat secara mutlak sebab dikhawatiri terjadi fitnah, sedangkan dilarang bagi kaum laki-laki untuk melakukan tepuk tangan karena itu adalah perbuatan kaum wanita. (‘Aunul Ma’bud, 3/152)
Imam Asy Syaukani mengatakan:
قَوْلُهُ: " إنَّمَا التَّصْفِيقُ لِلنِّسَاءِ " يَدُلُّ عَلَى مَنْعِ الرِّجَالِ مِنْهُ مُطْلَقًا
Sabdanya “tepuk tangan untuk kaum wanita” menunjukkan terlarangnya secara mutlak (umum) hal tersebut bagi kaum laki-laki. (Nailul Authar, 3/178)
Imam Al Qurthubi berkata –sebagaimana dikutip oleh Syaikh Abul Hasan Al Mubarkafuri sebagai berikut:
القول بمشروعية التصفيق للنساء هو الصحيح خبراً ونظراً؛ لأنها مأمورة بخفض صوتها مطلقاً لما يخشى من الإفتان، ومن ثم منعت من الأذان مطلقاً، ومن الإقامة للرجال، ومنع الرجال من التصفيق؛ لأنه من شأن النساء.
Pendapat yang sesuai syariat adalah bertepuk tangan bagi kaum wanita adalah benar, baik secara khabar (berita) maupun pemahaman, karena mereka diperintahkan untuk menundukkan suaranya secara mutlak karena dikhawatiri terjadi fitnah, begitu pula terlarangnya bagi mereka untuk azan secara mutlak, meng-iqamatkan shalatnya kaum laki-laki, dan terlarang bagi kaum laki-laki untuk bertepuk tangan karena itu adalah perbuatan wanita. (Mir’ah Al Mafatih, 3/358)
2. Bertepuk tangan adalah kebiasaan orang kafir dalam peribadatan mereka
Allah Ta’ala berfirman:
وَمَا كَانَ صَلاتُهُمْ عِنْدَ الْبَيْتِ إِلا مُكَاءً وَتَصْدِيَةً
Shalat mereka di sekitar Baitullah itu, tidak lain hanyalah siulan dan tepukan tangan. (QS. Al Anfal: 35)
3. Bertepuk tangan juga perbuatan ahli maksiat dan kefasikan
Imam Ash Shan’ani mengatakan:
وَأَمَّا الرَّقْصُ وَالتَّصْفِيقُ فَشَأْنُ أَهْلِ الْفِسْقِ
Ada pun menari dan bertepuk tangan, itu adalah perbuatan ahli kefasikan. (Subulus Salam, 2/192)
Sedangkan orang beriman, mereka bertakbir ketika ada hal-hal yang mengagumkan, bukan bertepuk tangan.
Syaikh Abdullah Al Bassam mengatakan:
ولهذا فإني أهيب بجميع المسلمين أن يفزعوا إلى التكبير عندما يعجبهم أمر، فهذا سنة نبيهم، وليس التصفيق الذي جاءنا من أعدائنا المستعمرين، وخاصة في اجتماعاتهم ومؤتمراتهم.
Oleh karena itu saya tegaskan kepada semua kaum muslimin agar mereka membiasakan takbir ketika ada sesuatu yang mengagumkan, dan itulah sunah nabi mereka, bukan dengan bertepuk tangan yang merupakan budaya musuh-musuh kita yang memasuki budaya kita, khususnya dalam acara pertemuan dan muktamar. (Taisir Al ‘Alam Syarh ‘Umdatil Ahkam, 1/258)
Bertepuk Tangan Di luar shalat Jika ada kebutuhan
Jika bertepuk tangan karena ada kebutuhan untuk melakukannya seperti sedang memanggil seseorang, maka itu tetap dimakruhkan. Ada pun tanpa kebutuhan untuk maka haram, apalagi sengaja untuk menyerupai wanita atau sekedar hiburan saja.
Hal ini disebutkan dalam oleh Imam Ibnu Hajar Al Haitami Al Makki Rahimahullah –ulama madzhab Syafi’- sebagai berikut:
وَفِي فَتَاوَى م ر سُئِلَ عَنْ التَّصْفِيقِ خَارِجَ الصَّلَاةِ لِغَيْرِ حَاجَةٍ فَأَجَابَ إنْ قَصَدَ الرَّجُلُ بِذَلِكَ اللَّهْوَ أَوْ التَّشَبُّهَ بِالنِّسَاءِ حَرُمَ وَإِلَّا كُرِهَ انْتَهَى
Dalam fatwa-fatwa Imam Ar Ramli, Beliau ditanya tentang bertepuk tangan di luar shalat tanpa adanya kebutuhan. Beliau menjawab: jika seorang laki-laki bermaksud dengan tepuk tangannya itu adalah untuk senda gurau atau menyerupai wanita maka itu diharamkan, jika bukan karena itu, maka itu makruh. Selesai. (Imam Ibnu Hajar Al Haitami, Tuhfatul Muhtaj, 2/150)
Dalam kitab Nihayatul Muhtaj ada keterangan lebih detil sebagai berikut:
وَفِي فَتَاوَى م ر سُئِلَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - عَنْ قَوْلِ الزَّرْكَشِيّ إنَّ التَّصْفِيقَ بِالْيَدِ لِلرِّجَالِ لِلَّهْوِ حَرَامٌ لِمَا فِيهِ مِنْ التَّشَبُّهِ بِالنِّسَاءِ هَلْ هُوَ مُسَلَّمٌ أَمْ لَا، وَهَلْ الْحُرْمَةُ مُقَيَّدَةٌ بِمَا إذَا قُصِدَ التَّشَبُّهُ أَوْ يُقَالُ مَا اخْتَصَّ بِهِ النِّسَاءُ يَحْرُمُ عَلَى الرِّجَالِ فِعْلُهُ، وَإِنْ لَمْ يُقْصَدْ بِهِ التَّشَبُّهُ بِالنِّسَاءِ. فَأَجَابَ هُوَ مُسَلَّمٌ حَيْثُ كَانَ لِلَّهْوِ، وَإِنْ لَمْ يُقْصَدْ بِهِ التَّشَبُّهُ بِالنِّسَاءِ. وَسُئِلَ عَنْ التَّصْفِيقِ خَارِجَ الصَّلَاةِ لِغَيْرِ حَاجَةٍ هَلْ هُوَ حَرَامٌ أَمْ لَا؟ فَأَجَابَ إنْ قَصَدَ الرَّجُلُ بِذَلِكَ التَّشَبُّهَ بِالنِّسَاءِ حَرُمَ، وَإِلَّا كُرِهَ. اه
Imam Ar Ramli Radhiallahu ‘Anhu dalam fatwa-fatwanya ditanya tentang perkataan Az Zarkasyi “bertepuk tangan bagi kaum laki-laki untuk hiburan adalah haram” karena di dalamnya mengandung penyerupaan terhadap wanita, apakah pendapat ini bisa diterima atau tidak , dan apakah keharaman itu terikat dengan sebab penyerupaan dengan wanita ataukah dikatakan itu khusus wanita dan haram bagi laki-laki melakukannya walau pun dia tidak bermaksud menyerupai wanita.
Beliau menjawab: “Pendapat itu bisa diterima jika bertepuk tangan dilakukan untuk hiburan walau pun dia tidak bermaksud menyerupai kaum wanita.” Dia juga ditanya tentang bertepuk tangan di luar shalat tanpa ada keperluan, apakah itu haram atau tidak? Beliau menjawab: “Jika seorang laki-laki bertepuk tangan bermaksud menyerupai wanita maka itu diharamkan, jika tidak bermaksud demikian, maka itu dimakruhkan.” (Nihayatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj, 2/47. Lihat juga Hasyiah Al Jumal, 1/432)
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz Rahimahullah – dia termasuk Hambali kontemporer- pernah ditanya tentang hukum bertepuk tangan dalam sebuah haflah (acara), Beliau menjawab:
التصفيق في الحفلات من أعمال الجاهلية وأقل ما يقال فيه الكراهة، والأظهر في الدليل تحريمه؛ لأن المسلمين منهيون عن التشبه بالكفرة وقد قال الله سبحانه في وصف الكفار من أهل مكة {وَمَا كَانَ صَلَاتُهُمْ عِنْدَ الْبَيْتِ إِلَّا مُكَاءً وَتَصْدِيَةً} قال العلماء المكاء الصفير والتصدية التصفيق والسنة للمؤمن إذا رأى أو سمع ما يعجبه أو ما ينكره أن يقول: سبحان الله أو يقول: الله أكبر كما صح ذلك عن النبي صلى الله عليه وسلم في أحاديث كثيرة، ويشرع التصفيق للنساء خاصة إذا نابهن شيء في الصلاة أو كن مع الرجال فسهى الإمام في الصلاة فإنه يشرع لهن التنبيه بالتصفيق أما الرجال فينبهونه بالتسبيح كما صحت بذلك السنة عن النبي صلى الله عليه وسلم وبهذا يعلم أن التصفيق من الرجال فيه تشبه بالكفرة وبالنساء وكلا ذلك منهي عنه. والله ولي التوفيق.
Bertepuk tangan dalam berbagai acara adalah perbuatan jahiliyah, minimal seperti yang dikatakan, hal itu adalah makruh. Secara lahiriyah dalilnya menunjukkan haram. Karena kaum muslimin dilarang menyerupai orang-orang kafir. Allah Ta’ala berfirman dalam menyifati orang kafir Mekkah: (Shalat mereka di sekitar Baitullah itu, tidak lain hanyalah siulan dan tepukan tangan.)
Para ulama mengatakan, Al Mukaa’ artinya siulan, dan At Tashfiiq artinya tepuk tangan. Bagi seorang muslim, yang sesuai sunah jika melihat atau mendengar hal yang mengagumkan atau hal yang diingkari hendaknya mengucapkan Subhanallah atau Allahu Akbar, sebagaimana yang shahih dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam riwayat hadits yang banyak. Secara khusus, bertepuk tangan itu dilakukan oleh kaum wanita ketika terjadi sesuatu pada mereka dalam shalatnya atau ketika mereka shalat bersama kaum laki-laki dan imam melakukan kelalaian, maka bagi mereka disyariatkan memberikan peringatakan dengan cara bertepuk tangan. Ada pun kaum laki-laki memberikan peringatakan dengan cara bertasbih, sebagaimana telah shahih sunah tersebut dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dengan ini, diketahui bahwasanya bertepuk tangan bagi kaum laki-laki adalah perbuatan yang menyerupai kaum wanita dan kekafiran, keduanya terlarang baginya. Wallahu waliyut Taufiq. (Majmuu’ Fatawa Ibni Baaz, 4/151)
Pendapat yang memberikan keringanan
Sebagian ulama ada yang merinci masalah tepuk tangan ini, haram, makruh, dan boleh tergantung keadaan, motivasi, dan siapa pelakunya. Berikut ini fatwa-fatwa mereka:
1. Syaikh Abdullah Al Faqih Hafizhahullah
Beliau berkata:
فالتصفيق عموماً له حالتان: الأولى: أن يكون داخل الصلاة لمن نابه شيء، وهذا منهي عنه للرجال مستحب للنساء، فقد روى البخاري ومسلم أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: من نابه شيء في صلاته فليسبح فإنه إذا سبح التفت إليه، وإنما التصفيق للنساء. والثانية: أن يكون خارج الصلاة.. والتصفيق خارج الصلاة على قسمين: الأول: أن يكون لحاجة، كالاستئذان والتنبيه وملاعبة النساء لأطفالهن أو تحسين النشيد ونحو ذلك فهذا جائز، قال في حاشية الجمل 1/432: وأفتى شيخنا الرملي بأنه لا يحرم حيث لم يقصد به اللعب...... وإن احتيج إليه لتحسين صناعة من إنشاد ونحوه، ومنه ما تفعله النساء عند ملاعبة أولادهن. انتهى والثاني: أن يكون لغير حاجة، وهذا منهي عنه.. فمن العلماء من حرمه ومنهم من كرهه، ودليل النهي قوله تعالى عن المشركين: وَمَا كَانَ صَلاتُهُمْ عِنْدَ الْبَيْتِ إِلَّا مُكَاءً وَتَصْدِيَةً فَذُوقُوا الْعَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْفُرُونَ [الأنفال:35] قال المفسرون التصدية: التصفيق. وعليه، فلا بأس في ما ذكر في السؤال إذا خلا من محاذير شرعية أخرى. والله أعلم.
Secara umum, bertepuk tangan ada dua keadaan:
Pertama. Terjadi di dalam shalat bagi untuk yang keliru, ini terlarag bagi laki-laki namun sunah bagi wanita. Imam Al Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang terganggu dalam shalatnya oleh suatu hal maka bertasbihlah, sesungguhnya jika dia bertasbih hendaknya menengok kepadanya, dan bertepuk tangan hanyalah untuk kaum wanita.” Kedua. Bertepuk tangan di luar shalat, ini ada dua jenis:
A. Jika memiliki hajat (keperluan), seperti minta izin, memberi peringatan, permainan ibu-ibu kepada anaknya, atau memperbagus nasyid, atau semisalnya, maka ini diperbolehkan. Disebutkan dalam Hasyiah Al Jumal (1/432): “Tidak diharamkan jika tidak bermaksud untuk permainan ……, sesungguhnya hal itu diperlukan untuk memperbagus nasyid dan semisalnya, seperti yang dilakukan kaum wanita ketika bermain dengan anak-anak mereka.” Selesai.
B. Jika tidak ada keperluan, maka ini terlarang. Di antara ulama ada yang mengharamkannya dan ada pula yang memakruhkannya. Dalil mereka adalah firman Allah Ta’ala tentang kaum musyrikin: Shalat mereka di sekitar Baitullah itu, lain tidak hanyalah siulan dan tepukan tangan. Maka rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu.
Berkata para ahli tafsir: At Tashdiyah artinya At Tashfiiq (bertepuk tangan). Atas dasar ini, maka apa-apa yang ditanyakan itu tidaklah mengapa selama tidak mengandung perkara yang memang dilarang oleh syariah. (Fatawa Syabakah Islamiyah, 9/3584)
2. Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin Rahimahullah
Beliau ditanya tentang hukum bertepuk tangan dalam berbagai acara:
التصفيق في الحفلات ليس من عادة السلف الصالح وإنما كانوا إذا أعجبهم شيء سبحوا أحيانا أو كبروا أحيانا لكنهم لا يكبرون تكبيرا جماعيا ولا يسبحون تسبيحا جماعيا بل كل واحد يكبر لنفسه أو يسبح لنفسه بدون أن يكون هناك رفع صوت بحيث يسمعه من بقربه فالأولى الكف عن التصفيق ولكننا لا نقول بأنه حرام لأنه قد شاع بين المسلمين اليوم والناس لا يتخذونه عبادة ولهذا لا يصح الاستدلال على تحريمه بقوله تعالي عن المشركين (وَمَا كَانَ صَلاتُهُمْ عِنْدَ الْبَيْتِ إِلاَّ مُكَاءً وَتَصْدِيَةً) فإن المشركين يتخذون التصفيق عند البيت عبادة وهؤلاء الذين يصفقون عند سماع ما يعجبهم أو رؤية ما يعجبهم لا يريدون بذلك العبادة وخلاصة القول أن ترك هذا التصفيق أولى وأحسن ولكنه ليس بحرام.
Bertepuk tangan dalam berbagai acara bukanlah kebiasaan salafush shalih. Jika ada hal-hal yang mengagumkan kadang mereka bertasbih kadang mereka bertakbir. Tapi mereka tidak bertakbir dan bertasbih bersama-sama, melainkan mereka lakukan sendiri-sendiri, tanpa meninggikan suara yang bisa didengar oleh orang yang di dekatnya. Maka, yang lebih utama adalah menahan diri dari bertepuk tangan. Tetapi kami tidak mengatakan bahwa itu haram, karena hal itu sudah terjadi di antara kaum muslimin sampai hari ini dan mereka tidak menjadikannya sebagai sarana beribadah. Oleh karena itu, tidak benar berdalil atas pengharamannya itu dengan firman Allah Ta’ala tentang kaum musyrikin: Shalat mereka di sekitar Baitullah itu, lain tidak hanyalah siulan dan tepukan tangan.
Kaum musyrikin menjadikan bertepuk tangan adalah cara ibadah di Baitullah. Sedangkan mereka yang bertepuk tangan ketika mendengarkan atau melihat sesuatu yang mengagumkan tidaklah memaksudkan hal itu sebagai ibadah. Kesimpulannya, bahwa meninggalkan tepuk tangan adalah lebih utama dan lebih baik, tetapi dia tidaklah haram. (Fatawa Nur ‘Ala Ad Darb, 24/2)
Demikianlah masalah ini, umumnya para imam kaum muslimin berpendapat mengharamkan jika hal itu untuk menyerupai wanita, hiburan, dan permainan. Adapun jika ada kebutuhan untuk bertepuk tangan mereka memakruhkan, bahkan ada yang membolehkan. Pembolehan ini selama tidak ada perkara lain yang terlarang, karena hukum dasar semua urusan dunia adalah mubah selama tidak ada dalil khusus yang melarangnya. Wallahu A’lam
Sumber : ustadzfarid.com
Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘Ala Rasulillah wa ba’d:
Telah terjadi perbedaan pendapat para ulama tentang hukum bertepuk tangan (At Tashfiiq atau At Tashfiih). Umumnya mereka mencelanya dan menyebutnya sebagai perbuatan haram minimal makruh. Namun ada pula yang membolehkan jika untuk menyemangati anak-anak.
Tidak diingkari bahwa bertepuk tangan adalah cara kaum wanita untuk meluruskan kesalahan imam ketika shalat, sedangkan kaum laki-laki dengan cara bertasbih.
Dalam hadits disebutkan:
عن النبي صلى الله عليه وسلم: مَنْ نَابَهُ شَيْءٌ فِي صَلَاتِهِ فَلْيُسَبِّحْ فَإِنَّهُ إِذَا سَبَّحَ الْتُفِتَ إِلَيْهِ وَإِنَّمَا التَّصْفِيحُ لِلنِّسَاءِ
Dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Barangsiapa yang terganggu dalam shalatnya oleh suatu hal maka bertasbihlah, sesungguhnya jika dia bertasbih hendaknya menengok kepadanya, dan bertepuk tangan hanyalah untuk kaum wanita.” (HR. Bukhari No. 652, Muslim No. 421, Abu Daud No. 940, Ibnu Hibban No. 2260, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 3147, 5089, Ibnu Khuzaimah No. 1623, Malik dalam Al Muwaththa’ No. 390)
Berkata Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah:
يجوز التسبيح للرجال والتصفيق للنساء إذا عرض أمر من الامور، كتنبيه الامام إذا أخطأ وكالاذن للداخل أو الارشاد للاعمى أو نحو ذلك.
“Dibolehkan bagi laki-laki bertasbih dan bertepuk tangan bagi wanita, jika ada hal yang membuatnya tidak nyaman seperti: mengingatkan imam ketika berbuat kesalahan, memberi izin kepada orang yang akan masuk, atau memandu orang buta atau yang semisalnya.” (Fiqhus Sunnah,1/264)
Kecuali menurut Imam Malik yang menurutnya baik laki-laki dan wanita sama saja, yaitu tasbih. Berikut keterangannya:
قال: المشروع في حق الرجال والنساء جميعاً التسبيح دون التصفيق
Imam Malik berkata: yang disyariatkan adalah yang mesti dilakukan oleh kaum laki-laki dan wanita semuanya adalah bertasbih, bukan bertepuk tangan. (Mir’ah Al Mafatih, 3/358)
Tetapi pendapat ini menyelisihi hadits di atas. Wallahu A’lam
Nah, karena itu beragam alasan disampaikan untuk melarang bertepuk tangan, diantaranya:
1. Tepuk tangan adalah perbuatan wanita, maka terlarang bagi laki-laki menyerupai mereka.
Imam Abu Thayyib Syamsul ‘Azhim mengatakan:
وَكَانَ مَنْعُ النِّسَاءِ مِنَ التَّسْبِيحِ لِأَنَّهَا مَأْمُورَةٌ بِخَفْضِ صَوْتِهَا فِي الصَّلَاةِ مُطْلَقًا لِمَا يُخْشَى مِنَ الِافْتِتَانِ وَمُنِعَ الرِّجَالُ مِنَ التَّصْفِيقِ لِأَنَّهُ مِنْ شَأْنِ النِّسَاءِ
Wanita dilarang bertasbih karena mereka diperintahkan untuk merendahkan suaranya dalam shalat secara mutlak sebab dikhawatiri terjadi fitnah, sedangkan dilarang bagi kaum laki-laki untuk melakukan tepuk tangan karena itu adalah perbuatan kaum wanita. (‘Aunul Ma’bud, 3/152)
Imam Asy Syaukani mengatakan:
قَوْلُهُ: " إنَّمَا التَّصْفِيقُ لِلنِّسَاءِ " يَدُلُّ عَلَى مَنْعِ الرِّجَالِ مِنْهُ مُطْلَقًا
Sabdanya “tepuk tangan untuk kaum wanita” menunjukkan terlarangnya secara mutlak (umum) hal tersebut bagi kaum laki-laki. (Nailul Authar, 3/178)
Imam Al Qurthubi berkata –sebagaimana dikutip oleh Syaikh Abul Hasan Al Mubarkafuri sebagai berikut:
القول بمشروعية التصفيق للنساء هو الصحيح خبراً ونظراً؛ لأنها مأمورة بخفض صوتها مطلقاً لما يخشى من الإفتان، ومن ثم منعت من الأذان مطلقاً، ومن الإقامة للرجال، ومنع الرجال من التصفيق؛ لأنه من شأن النساء.
Pendapat yang sesuai syariat adalah bertepuk tangan bagi kaum wanita adalah benar, baik secara khabar (berita) maupun pemahaman, karena mereka diperintahkan untuk menundukkan suaranya secara mutlak karena dikhawatiri terjadi fitnah, begitu pula terlarangnya bagi mereka untuk azan secara mutlak, meng-iqamatkan shalatnya kaum laki-laki, dan terlarang bagi kaum laki-laki untuk bertepuk tangan karena itu adalah perbuatan wanita. (Mir’ah Al Mafatih, 3/358)
2. Bertepuk tangan adalah kebiasaan orang kafir dalam peribadatan mereka
Allah Ta’ala berfirman:
وَمَا كَانَ صَلاتُهُمْ عِنْدَ الْبَيْتِ إِلا مُكَاءً وَتَصْدِيَةً
Shalat mereka di sekitar Baitullah itu, tidak lain hanyalah siulan dan tepukan tangan. (QS. Al Anfal: 35)
3. Bertepuk tangan juga perbuatan ahli maksiat dan kefasikan
Imam Ash Shan’ani mengatakan:
وَأَمَّا الرَّقْصُ وَالتَّصْفِيقُ فَشَأْنُ أَهْلِ الْفِسْقِ
Ada pun menari dan bertepuk tangan, itu adalah perbuatan ahli kefasikan. (Subulus Salam, 2/192)
Sedangkan orang beriman, mereka bertakbir ketika ada hal-hal yang mengagumkan, bukan bertepuk tangan.
Syaikh Abdullah Al Bassam mengatakan:
ولهذا فإني أهيب بجميع المسلمين أن يفزعوا إلى التكبير عندما يعجبهم أمر، فهذا سنة نبيهم، وليس التصفيق الذي جاءنا من أعدائنا المستعمرين، وخاصة في اجتماعاتهم ومؤتمراتهم.
Oleh karena itu saya tegaskan kepada semua kaum muslimin agar mereka membiasakan takbir ketika ada sesuatu yang mengagumkan, dan itulah sunah nabi mereka, bukan dengan bertepuk tangan yang merupakan budaya musuh-musuh kita yang memasuki budaya kita, khususnya dalam acara pertemuan dan muktamar. (Taisir Al ‘Alam Syarh ‘Umdatil Ahkam, 1/258)
Bertepuk Tangan Di luar shalat Jika ada kebutuhan
Jika bertepuk tangan karena ada kebutuhan untuk melakukannya seperti sedang memanggil seseorang, maka itu tetap dimakruhkan. Ada pun tanpa kebutuhan untuk maka haram, apalagi sengaja untuk menyerupai wanita atau sekedar hiburan saja.
Hal ini disebutkan dalam oleh Imam Ibnu Hajar Al Haitami Al Makki Rahimahullah –ulama madzhab Syafi’- sebagai berikut:
وَفِي فَتَاوَى م ر سُئِلَ عَنْ التَّصْفِيقِ خَارِجَ الصَّلَاةِ لِغَيْرِ حَاجَةٍ فَأَجَابَ إنْ قَصَدَ الرَّجُلُ بِذَلِكَ اللَّهْوَ أَوْ التَّشَبُّهَ بِالنِّسَاءِ حَرُمَ وَإِلَّا كُرِهَ انْتَهَى
Dalam fatwa-fatwa Imam Ar Ramli, Beliau ditanya tentang bertepuk tangan di luar shalat tanpa adanya kebutuhan. Beliau menjawab: jika seorang laki-laki bermaksud dengan tepuk tangannya itu adalah untuk senda gurau atau menyerupai wanita maka itu diharamkan, jika bukan karena itu, maka itu makruh. Selesai. (Imam Ibnu Hajar Al Haitami, Tuhfatul Muhtaj, 2/150)
Dalam kitab Nihayatul Muhtaj ada keterangan lebih detil sebagai berikut:
وَفِي فَتَاوَى م ر سُئِلَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - عَنْ قَوْلِ الزَّرْكَشِيّ إنَّ التَّصْفِيقَ بِالْيَدِ لِلرِّجَالِ لِلَّهْوِ حَرَامٌ لِمَا فِيهِ مِنْ التَّشَبُّهِ بِالنِّسَاءِ هَلْ هُوَ مُسَلَّمٌ أَمْ لَا، وَهَلْ الْحُرْمَةُ مُقَيَّدَةٌ بِمَا إذَا قُصِدَ التَّشَبُّهُ أَوْ يُقَالُ مَا اخْتَصَّ بِهِ النِّسَاءُ يَحْرُمُ عَلَى الرِّجَالِ فِعْلُهُ، وَإِنْ لَمْ يُقْصَدْ بِهِ التَّشَبُّهُ بِالنِّسَاءِ. فَأَجَابَ هُوَ مُسَلَّمٌ حَيْثُ كَانَ لِلَّهْوِ، وَإِنْ لَمْ يُقْصَدْ بِهِ التَّشَبُّهُ بِالنِّسَاءِ. وَسُئِلَ عَنْ التَّصْفِيقِ خَارِجَ الصَّلَاةِ لِغَيْرِ حَاجَةٍ هَلْ هُوَ حَرَامٌ أَمْ لَا؟ فَأَجَابَ إنْ قَصَدَ الرَّجُلُ بِذَلِكَ التَّشَبُّهَ بِالنِّسَاءِ حَرُمَ، وَإِلَّا كُرِهَ. اه
Imam Ar Ramli Radhiallahu ‘Anhu dalam fatwa-fatwanya ditanya tentang perkataan Az Zarkasyi “bertepuk tangan bagi kaum laki-laki untuk hiburan adalah haram” karena di dalamnya mengandung penyerupaan terhadap wanita, apakah pendapat ini bisa diterima atau tidak , dan apakah keharaman itu terikat dengan sebab penyerupaan dengan wanita ataukah dikatakan itu khusus wanita dan haram bagi laki-laki melakukannya walau pun dia tidak bermaksud menyerupai wanita.
Beliau menjawab: “Pendapat itu bisa diterima jika bertepuk tangan dilakukan untuk hiburan walau pun dia tidak bermaksud menyerupai kaum wanita.” Dia juga ditanya tentang bertepuk tangan di luar shalat tanpa ada keperluan, apakah itu haram atau tidak? Beliau menjawab: “Jika seorang laki-laki bertepuk tangan bermaksud menyerupai wanita maka itu diharamkan, jika tidak bermaksud demikian, maka itu dimakruhkan.” (Nihayatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj, 2/47. Lihat juga Hasyiah Al Jumal, 1/432)
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz Rahimahullah – dia termasuk Hambali kontemporer- pernah ditanya tentang hukum bertepuk tangan dalam sebuah haflah (acara), Beliau menjawab:
التصفيق في الحفلات من أعمال الجاهلية وأقل ما يقال فيه الكراهة، والأظهر في الدليل تحريمه؛ لأن المسلمين منهيون عن التشبه بالكفرة وقد قال الله سبحانه في وصف الكفار من أهل مكة {وَمَا كَانَ صَلَاتُهُمْ عِنْدَ الْبَيْتِ إِلَّا مُكَاءً وَتَصْدِيَةً} قال العلماء المكاء الصفير والتصدية التصفيق والسنة للمؤمن إذا رأى أو سمع ما يعجبه أو ما ينكره أن يقول: سبحان الله أو يقول: الله أكبر كما صح ذلك عن النبي صلى الله عليه وسلم في أحاديث كثيرة، ويشرع التصفيق للنساء خاصة إذا نابهن شيء في الصلاة أو كن مع الرجال فسهى الإمام في الصلاة فإنه يشرع لهن التنبيه بالتصفيق أما الرجال فينبهونه بالتسبيح كما صحت بذلك السنة عن النبي صلى الله عليه وسلم وبهذا يعلم أن التصفيق من الرجال فيه تشبه بالكفرة وبالنساء وكلا ذلك منهي عنه. والله ولي التوفيق.
Bertepuk tangan dalam berbagai acara adalah perbuatan jahiliyah, minimal seperti yang dikatakan, hal itu adalah makruh. Secara lahiriyah dalilnya menunjukkan haram. Karena kaum muslimin dilarang menyerupai orang-orang kafir. Allah Ta’ala berfirman dalam menyifati orang kafir Mekkah: (Shalat mereka di sekitar Baitullah itu, tidak lain hanyalah siulan dan tepukan tangan.)
Para ulama mengatakan, Al Mukaa’ artinya siulan, dan At Tashfiiq artinya tepuk tangan. Bagi seorang muslim, yang sesuai sunah jika melihat atau mendengar hal yang mengagumkan atau hal yang diingkari hendaknya mengucapkan Subhanallah atau Allahu Akbar, sebagaimana yang shahih dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam riwayat hadits yang banyak. Secara khusus, bertepuk tangan itu dilakukan oleh kaum wanita ketika terjadi sesuatu pada mereka dalam shalatnya atau ketika mereka shalat bersama kaum laki-laki dan imam melakukan kelalaian, maka bagi mereka disyariatkan memberikan peringatakan dengan cara bertepuk tangan. Ada pun kaum laki-laki memberikan peringatakan dengan cara bertasbih, sebagaimana telah shahih sunah tersebut dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dengan ini, diketahui bahwasanya bertepuk tangan bagi kaum laki-laki adalah perbuatan yang menyerupai kaum wanita dan kekafiran, keduanya terlarang baginya. Wallahu waliyut Taufiq. (Majmuu’ Fatawa Ibni Baaz, 4/151)
Pendapat yang memberikan keringanan
Sebagian ulama ada yang merinci masalah tepuk tangan ini, haram, makruh, dan boleh tergantung keadaan, motivasi, dan siapa pelakunya. Berikut ini fatwa-fatwa mereka:
1. Syaikh Abdullah Al Faqih Hafizhahullah
Beliau berkata:
فالتصفيق عموماً له حالتان: الأولى: أن يكون داخل الصلاة لمن نابه شيء، وهذا منهي عنه للرجال مستحب للنساء، فقد روى البخاري ومسلم أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: من نابه شيء في صلاته فليسبح فإنه إذا سبح التفت إليه، وإنما التصفيق للنساء. والثانية: أن يكون خارج الصلاة.. والتصفيق خارج الصلاة على قسمين: الأول: أن يكون لحاجة، كالاستئذان والتنبيه وملاعبة النساء لأطفالهن أو تحسين النشيد ونحو ذلك فهذا جائز، قال في حاشية الجمل 1/432: وأفتى شيخنا الرملي بأنه لا يحرم حيث لم يقصد به اللعب...... وإن احتيج إليه لتحسين صناعة من إنشاد ونحوه، ومنه ما تفعله النساء عند ملاعبة أولادهن. انتهى والثاني: أن يكون لغير حاجة، وهذا منهي عنه.. فمن العلماء من حرمه ومنهم من كرهه، ودليل النهي قوله تعالى عن المشركين: وَمَا كَانَ صَلاتُهُمْ عِنْدَ الْبَيْتِ إِلَّا مُكَاءً وَتَصْدِيَةً فَذُوقُوا الْعَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْفُرُونَ [الأنفال:35] قال المفسرون التصدية: التصفيق. وعليه، فلا بأس في ما ذكر في السؤال إذا خلا من محاذير شرعية أخرى. والله أعلم.
Secara umum, bertepuk tangan ada dua keadaan:
Pertama. Terjadi di dalam shalat bagi untuk yang keliru, ini terlarag bagi laki-laki namun sunah bagi wanita. Imam Al Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang terganggu dalam shalatnya oleh suatu hal maka bertasbihlah, sesungguhnya jika dia bertasbih hendaknya menengok kepadanya, dan bertepuk tangan hanyalah untuk kaum wanita.” Kedua. Bertepuk tangan di luar shalat, ini ada dua jenis:
A. Jika memiliki hajat (keperluan), seperti minta izin, memberi peringatan, permainan ibu-ibu kepada anaknya, atau memperbagus nasyid, atau semisalnya, maka ini diperbolehkan. Disebutkan dalam Hasyiah Al Jumal (1/432): “Tidak diharamkan jika tidak bermaksud untuk permainan ……, sesungguhnya hal itu diperlukan untuk memperbagus nasyid dan semisalnya, seperti yang dilakukan kaum wanita ketika bermain dengan anak-anak mereka.” Selesai.
B. Jika tidak ada keperluan, maka ini terlarang. Di antara ulama ada yang mengharamkannya dan ada pula yang memakruhkannya. Dalil mereka adalah firman Allah Ta’ala tentang kaum musyrikin: Shalat mereka di sekitar Baitullah itu, lain tidak hanyalah siulan dan tepukan tangan. Maka rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu.
Berkata para ahli tafsir: At Tashdiyah artinya At Tashfiiq (bertepuk tangan). Atas dasar ini, maka apa-apa yang ditanyakan itu tidaklah mengapa selama tidak mengandung perkara yang memang dilarang oleh syariah. (Fatawa Syabakah Islamiyah, 9/3584)
2. Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin Rahimahullah
Beliau ditanya tentang hukum bertepuk tangan dalam berbagai acara:
التصفيق في الحفلات ليس من عادة السلف الصالح وإنما كانوا إذا أعجبهم شيء سبحوا أحيانا أو كبروا أحيانا لكنهم لا يكبرون تكبيرا جماعيا ولا يسبحون تسبيحا جماعيا بل كل واحد يكبر لنفسه أو يسبح لنفسه بدون أن يكون هناك رفع صوت بحيث يسمعه من بقربه فالأولى الكف عن التصفيق ولكننا لا نقول بأنه حرام لأنه قد شاع بين المسلمين اليوم والناس لا يتخذونه عبادة ولهذا لا يصح الاستدلال على تحريمه بقوله تعالي عن المشركين (وَمَا كَانَ صَلاتُهُمْ عِنْدَ الْبَيْتِ إِلاَّ مُكَاءً وَتَصْدِيَةً) فإن المشركين يتخذون التصفيق عند البيت عبادة وهؤلاء الذين يصفقون عند سماع ما يعجبهم أو رؤية ما يعجبهم لا يريدون بذلك العبادة وخلاصة القول أن ترك هذا التصفيق أولى وأحسن ولكنه ليس بحرام.
Bertepuk tangan dalam berbagai acara bukanlah kebiasaan salafush shalih. Jika ada hal-hal yang mengagumkan kadang mereka bertasbih kadang mereka bertakbir. Tapi mereka tidak bertakbir dan bertasbih bersama-sama, melainkan mereka lakukan sendiri-sendiri, tanpa meninggikan suara yang bisa didengar oleh orang yang di dekatnya. Maka, yang lebih utama adalah menahan diri dari bertepuk tangan. Tetapi kami tidak mengatakan bahwa itu haram, karena hal itu sudah terjadi di antara kaum muslimin sampai hari ini dan mereka tidak menjadikannya sebagai sarana beribadah. Oleh karena itu, tidak benar berdalil atas pengharamannya itu dengan firman Allah Ta’ala tentang kaum musyrikin: Shalat mereka di sekitar Baitullah itu, lain tidak hanyalah siulan dan tepukan tangan.
Kaum musyrikin menjadikan bertepuk tangan adalah cara ibadah di Baitullah. Sedangkan mereka yang bertepuk tangan ketika mendengarkan atau melihat sesuatu yang mengagumkan tidaklah memaksudkan hal itu sebagai ibadah. Kesimpulannya, bahwa meninggalkan tepuk tangan adalah lebih utama dan lebih baik, tetapi dia tidaklah haram. (Fatawa Nur ‘Ala Ad Darb, 24/2)
Demikianlah masalah ini, umumnya para imam kaum muslimin berpendapat mengharamkan jika hal itu untuk menyerupai wanita, hiburan, dan permainan. Adapun jika ada kebutuhan untuk bertepuk tangan mereka memakruhkan, bahkan ada yang membolehkan. Pembolehan ini selama tidak ada perkara lain yang terlarang, karena hukum dasar semua urusan dunia adalah mubah selama tidak ada dalil khusus yang melarangnya. Wallahu A’lam
Sumber : ustadzfarid.com
0 comments: